MAKALAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
ISLAM
MUSYAWARAH DAN DEMOKRASI
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegeraan
Dosen
: Elan Zaelani, M., M.
Disusun
Oleh :
Karima Mawazia Shaliha
Fiki Firmansyah
Siti Lutfa Dwi Agustina
JURUSAN
TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS
SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2018
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Islam Musyawarah dan
Demokrasi” ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah
menjunjung kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama islam
yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam
semesta.
Kami
sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi
tugas Pendidikan dan Kewarganegaraan dengan judul “Islam Musyawarah
dan Demokrasi”. Disamping itu, kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami selama pembuatan makalah
ini berlangsung sehingga terealisasikanlah makalah ini.
Demikian
yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan
jangan lupa ajukan kritik dan saran terhadap makalah ini agar
kedepannya bisa diperbaiki.
Bandung, April 2018
Penyusun
BAB
1
PENDAHULUAN
-
Latar Belakang
Demokrasi
merupakan sebuah sistem yang paling banyak dianut pada masa ini di
pada negara – negara di dunia. Saat ini, banyak sekali Negara yang
menganut sistem demokrasi sebagai sistem pemerintahannya. Demokrasi
sendiri berarti sistem yang berasal dari rakyat,oleh rakyat dan untuk
rakyat. Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap
hak-hak asasi manusia, partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan
persamaan hukum. Dalam tradisi negara-negara barat, demokrasi
didasarkan pada penekanan bahwa rakyat seharusnya menjadi pemerintah
bagi dirinya sendiri dan wakil rakyat menjadi pengendali yang
bertanggung jawab terhadap tugasnya. Oleh karenanya, rakyat tidak
mungkin mengambil keputusan karena jumlah yang terlalu besar. Maka
dibentuklah Dewan Perwakilan Rakyat. Pemerintah dipilih secara
langsung oleh rakyat dan berfungsi sebagai penyalur aspirasi
dan membuat kebijakan untuk kepentingan rakyat demi kesejahteraan
rakyat.
Sistem
demokrasi pun dipercaya sebagai sebuah sistem pemerintahan di
Indonesia. Indonesia memiliki badan legislatif yang anggotanya
merupakan wakil rakyat. Rakyat juga berwenang memilih presiden dan
wakil presiden. Namun kenyataannya, Indonesia masih dalam masa
“belajar” berdemokrasi, masih dalam masa sosialisasi tentang
demokrasi yang sebenarnya. Masih banyak rakyat yang tidak mengerti
hakikat dari berdemokrasi, dan masih banyak pula yang salah
mengaplikasikan bentuk dari demokrasi tersebut.
Dalam
Islam, demokrasi telah diajarkan Rasulullah SAW. Yaitu dengan
musyawarah. Contohnya, pada saat perang badar, beliau mendengarkan
saran sahabatnya mengenai lokasi perang walaupun itu bukan pilihan
yang yang diajukan olehnya. Rasulullah pun mulai sering melakukan
musyawarah bersama sahabat-sahabatnya untuk memutuskan sesuatu.
Musyawarah dalam Islam dianggap sebagai suatu cara untuk menemui kata
mufakat secara adil dan kekeluargaan. Sedangkan sistem demokrasi
negara barat dianggap memiliki tujuan yang bersifat duniawi dan
materialistis. Maka dari itu, kita perlu memahami hakikat demokrasi,
musyawarah dan pelaksanaan demokrasi yang ideal yang sesuai dengan
kaidah-kaidah Islam serta sesuai dengan cita-cita bangsa dalam
Pancasila.
-
Rumusan Masalah
-
Apa demokrasi itu?
-
Apa musyawarah itu?
-
Bagaimana pandangan Islam terhadap demokrasi?
-
Substansi demokrasi dalam islam?
-
Apa dampak positif dan negative demokrasi dalam islam?
-
Tujuan
-
Untuk mengetahui pengertian dari demokrasi
-
Untuk mengetahui pengertian dari musyawarah
-
Untuk memberikan penjelasan mengenai pandangan Islam terhadap demokrasi
-
Untuk mengetahui substansi demokrasi dalam islam
-
Untuk mengetahui dampak positif dan negative demokrasi dalam islam
BAB
II
PEMBAHASAN
-
Pengertian Demokrasi
Demokrasi
berasal dari bahasa Yunani yang diambil dari kata Demokratia yang
berarti “kekuasaan rakyat”. Demokratia sendiri
terdiri dari dua kata yakni demos yang
mempunyai arti “rakyat” dan kratos yang
mempunyai arti “kekuasaan atau kekuatan”.
Secara
umum pengertian demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang setiap
warga negara mempunyai hak yang setara dalam pengambilan suatu
keputusan yang akan memberikan efek dalam kehidupan mereka. Demokrasi
juga bisa diartikan sebagai bentuk kekuasaan tertinggi berada
ditangan rakyat.
Dalam
demokrasi, warga negara bisa diizinkan untuk berpartisipasi aktif
secara langsung atau juga melalui perwakilan dalam melakukan
perumusan, pengembangan serta pembuatan hukum.
Berikut
ini beberapa pengertian demokrasi menurut para ahli :
-
Pengertian demokrasi menurut Abraham Linclon adalah sistem pemerintahan yang dibuat dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
-
Pengertian demokrasi menurut Charles Costello adalah sistem sosial serta politik pemerintahan diri dengan kekuasaan pemerintah yang dibatasi oleh hukum serta kebiasaan untuk melindungi setiap hak perorangan warga negara.
-
Pengertian demokrasi menurut Hans Kelsen adalah pemerintahan yang dilakukan oleh rakyat dan untuk rakyat. Adapun yang melakukan kekuasaan negara adalah wakil-wakil rakyat yang sudah terpilih. Rakyat sendiri sudah yakin, bahwa segala kepentingannya akan diperhatikan di dalam aturan yang dibuat oleh wakil-wakil rakyatnya dalam pelaksanaan kekuasaan negara.
Dari
beberapa perbedaan pengertian demokrasi menurut beberapa ahli diatas
penulis menemukan titik temu yaitu, bahwa demokrasi adalah landasan
hidup bermasyarakat dan bernegara dengan meletakkan rakyat sebagai
obyek sekaligus sebagai subyek tanpa ada tekanan dari siapapun dan
dalam bentuk apapun. Rakyat menjadi komponen utama dalam sebuah
praktik demokrasi, rakyat mempunyai hak untuk melibatkan atau tidak
melibatkan diri dalam proses demokrasi baik dalam kehidupan
bermasyarakat maupun dalam bernegara.
Dari
beberapa pengertian demokrasi tersebut juga dapat disimpulkan bahwa
suatu sistem bermasyarakat dan bernegara hakikat demokrasi adalah
peran utama rakyat dalam proses sosial dan politik, dengan kata lain,
sebagai pemerintahan ditangan rakyat mengandung tiga hal:
pemerintahan dari rakyat (government
of the people);
pemerintahan oleh rakyat (government
by the people)
; pemerintahan untuk rakyat (government
for the people).
-
Pengertian Musyawarah
Musyawarah
berasal dari kata Syawara yaitu
berasal dari bahasa arab yang berarti berunding, urun rembuk dan
mengajukan sesuatu. Musyawarah adalah upaya dalam memecahkan
permasalahan secara bersama dalam mengambil keputusan atau mencari
jalan keluar untuk mencapai mufakat atau saling setuju.
Musyawarah
biasanya dilakukan oleh sebuah kelompok masyarakat seperti keluarga
atau masyarakat lingkungan maupun pemerintahan ketika ada perbedaan
pendapat, mengumpulkan ide, atau memiliki sesuatu yang harus
dipecahkan bersama-sama.
Dalam
bermusyawarah, seseorang bebas dan berani dalam mengutarakan pendapat
walaupun pendapatnya berbeda dari orang lain dan belum tentu
diterima, hal ini harus dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman
dan masalah baru yang menimbulkan kesenjangan sosial bagi setiap
orang. Jika musyawarah sudah dilakukan, maka akan menghasilkan
mufakat atau saling setuju antara anggota musyawarah dan hal ini akan
mengatasi permasalah dengan cepat yang terjadi di keluarga,
masyarakat lingkungan, maupun pemerintahan.
-
Pandangan Islam terhadap Demokrasi
Demokrasi
merupakan suatu paham yang didalamnya mengandung asas-asas musyawarah
yang pernah dilakukan Rasulullah SAW semasa hidup beliau dan
diperintahkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’anul-Karim. Indonesia
juga merupakan negara demokrasi, akan tetapi demokrasi di Indonesia
adalah demokrasi pancasila yang didasarkan pada sila-sila yang
terdapat dalam pancasila tersebut.
Seperti
halnya ajaran islam demokrasi juga menjunjung nilai persatuan dan
kesatuan, maka dari itu kita sebagai generasi bangsa indonesia
haruslah tahu tentang demokrasi. Dalam Al-Qur’an ada beberapa ayat
yang menerangkan tentang demokrasi, salah satunya yaitu QS
Ali
Imraan:
159 Dan QS Asy-Syuura:
38.
فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ
وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ
لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ
عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ
وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا
عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
(١٥٩)
Artinya:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
(QS Ali Imran : 159).
وَالَّذِينَ
اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا
الصَّلاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
(٣٨)
Artinya:
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya
dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki
yang Kami berikan kepada mereka.” (QS Asy Syura : 38)
Perdebatan
tentang hubungan antara Islam dan demokrasi sebagaimana diakui oleh
Mun’im A. Sirry memang masih menjadi perdebatan yang
belum terselesaikan. Berdasarkan pemetaan yang dikembangkan oleh Jhon
L. Esposito dan James P. Piscatory (Syukron Kamil : 2002) secara umum
dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok pemikiran.
Pertama,
Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda. Islam
dipandang sebagai sistem politik alternatif terhadap demokrasi.
Demokrasi sebagai sistem barat tidak tepat untuk dijadikan acuan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sementara Islam sebagai
agama kaffah yang
tidak hanya mengatur aspek teologi (aqidah) dan ibadah, melainkan
mengatur segala aspek kehidupan umat manusia. Ini diungkapkan oleh
elit kerajaan Arab Saudi dan elit politik Iran pada masa awal
revolusi Iran, Syekh FadhAllah Nuri, Sayyid Qutb, Thabathabi,
Al-Sya’rawi dan Ali Benhadj.
Kedua,
kelompok yang menyatakan bahwa Islam dan Demokrasi merupakan konsep
yang sejalan setelah diadakan penyesuaian penafsiran terhadap konsep
demokrasi itu sendiri. Diantara tokoh dari kelompok ini adalah
al-Maududi, Abdul Fattah Morou, dan Taufiq Asy-Syawi.
Ketiga, Islam
adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem demokrasi .
Pandangan ini yang paling dominan yang ada di Indonesia, karena
demokrasi sudah menjadi bagian integral sistem pemerintahan Indonesia
dan Negara-negara Islam lainnya. Diantara tokoh-tokohnya
yaitu, Fahmi Huwaidi, al-Aqqad, M Husain Haekal, Robert N.
Bellah. Di Indonesia diwakili oleh Nurcholis Majid (Cak Nur), Amien
Rais, Munawir Syadzali, A. Syafi’i Ma’arif dan Abdurrahman Wahid.
Penerimaan
Negara-negara Islam terahadap demokrasi bukan bararti demokrasi dapat
berkembang dengan cepat secara otomatis. Ada beberapa alas an
teoritis yang dapat menjelaskan tentang lambatnya pertumbuhan dan
perkembangan demokrasi di dunia Islam :
-
Persoalan kultur. Sebenarnya demokrasi telah dicoba di Negara-negara Islam sejak paruh pertama abad dua puluh tetapi gagal. Tampaknya ia akan sukses pada masa-masa mendatang, karena warisan kultural masyarakat muslim sudah terbiasa dengan otokrasi dan ketaatan pasif. Persoalan kultur ditengarai sebagai yang paling bertanggung jawab mengapa sulit membangun demokrasi di Negara Islam. Sebab, secara doktrinal, pada dasarnya hamper tidak dijumpai hambatan teologis dikalangan tokoh-tokoh partai, ormas, atau gerakan Islam. Bahkan ada kecenderungan untuk merambah tugas baru yaitu merekonsiliasi perbedaan antara teori politik modern dengan doktrin Islam.
-
Lambannya pertumbuuhan demokrasi di dunia Islam tak ada hubungannya dengan teologi maupun kultur, melainkan lebih terkait dengan sifat alamiah demokrasi itu sendiri. Untuk membangun demokrasi dibutuhkan kesungguhan, kesabaran, dan diatas segalanya adalah waktu. Jhon Esposito dan O. Voll adalah tokoh yang tetap optimis terhadap masa depan demokrasi di dunia Islam. Terlepas dari itu semua, tak dapat diragukan lagi, pengalaman empirik demokrasi dalam sejarah Islam memang terbatas.
-
Substansi Demokrasi dalam Islam
Tema
tentang Islam dan demokrasi jelas bukan hal baru. Bahkan, itu selalu
dibicarakan, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional.
Seperti pernyataan seorang peserta Sidang Dewan Tafkir, pembicaraan
tentang ini mengisyaratkan seolah-olah tidak ada kesesuaian antara
Islam dan demokrasi. Karena itu, terjadi stigmatisasi di kalangan
masyarakat internasional bahwa Islam tidak kompatibel dengan
demokrasi, khususnya menyangkut hal ‘kedaulatan rakyat’ dalam
demokrasi dengan apa yang sering disebut sebagai ‘kedaulatan Tuhan’
(hakimiyyah
Allah).
Bahwa
tidak ada rumusan perinci tentang sistem politik yang dapat
diterapkan umat Islam dalam Alquran telah menjadi semacam
kesepakatan jumhur (mayoritas)
ulama fikih siyasah (politik).
Sebaliknya, terdapat beberapa prinsip pokok dalam Alquran yang dapat
menjadi landasan bagi penerimaan demokrasi dalam Islam, misalnya
syura (musyawarah, baik melalui representasi pada lembaga legislatif
maupun eksekutif atau secara
langsung); almusawa (kesetaraan); al-’adalah(keadilan);
akuntabilitas publik (ra’iyah);
dan seterusnya.
Atas
dasar prinsip-prinsip ini, penerimaan demokrasi melalui kerangka
fikih siyasah di
atas tidak dilihat mengurangi ‘kedaulatan Tuhan’.
Kedaulatan
Allah terhadap makhluknya merupakan sesuatu yang tidak perlu
dipersoalkan lagi. Allah tetap Mahakuasa vis-à-vis makhluknya meski
ada ‘kedaulatan rakyat’ yang diwujudkan melalui sistem politik
demokrasi. Karena itu, kedua bentuk kedaulatan–yang sebenarnya
tidak sebanding–tak perlu dipertentangkan.
Atas
dasar kerangka itulah, para pemimpin umat Muslim umumnya dapat
menerima demokrasi, khususnya di Indonesia, sejak negara ini
memaklumkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Memang, dalam
perjalanannya, terdapat pemikiran dan gerakan–termasuk
bersenjata–yang ingin mengganti demokrasi dan bahkan Pancasila
dengan teokrasi Islam, tetapi mengalami kegagalan.
Dalam
perjalanannya pula, demokrasi di Indonesia sejak dulu sampai sekarang
ini pada praktiknya tidak selalu dapat menjadi sistem politik yang
efektif. Karena itu, seperti dikemukakan seorang peserta perempuan
dalam Sidang Dewan Tafkir Persis, demokrasi kita belum bisa
mengharapkan hasil konkret demokrasi, misalnya untuk peningkatan
kesejahteraan rakyat. Sebaliknya, sering terlihat demokrasi berubah
menjadi democrazy.
Kita
bersyukur, gejala democrazy itu
tidak terjadi dalam skala yang mencemaskan pada masa prapileg dan
pascapileg yang lalu meski banyak komplain, laporan, dan gugatan
melalui Mahkamah Konstitusi karena DPT yang kacau, politik uang,
penghilangan dan pengelembungan suara, dan seterusnya. Pilpres
mendatang menjadi ujian, apakah pemilu dapat berjalan lebih baik
sehingga bangsa dan negara ini terhindar dari hal-hal yang tidak
diharapkan.
Dalam
konteks itu, ormas-ormas–khususnya yang berbasiskan keagamaan–dapat
memainkan peran penting dalam mengawal penerapan demokrasi lebih
baik. Salah satunya adalah memberikan sosialisasi kepada para
anggotanya tentang perlu kepatuhan pada hukum dan keadaban publik
dalam demokrasi.
Demokrasi
tidak bisa berjalan baik tanpa penghormatan dan kepatuhan kepada
tatanan hukum–hal itu tentu saja juga sangat diajarkan Islam.
Demokrasi juga dapat menjadi kacau balau tanpa keadaban publik
(public
civility),
yaitu sikap dan perilaku yang berlandaskan adab, akhlak, etika, dan
moralitas. Politik dan demokrasi tanpa keadaban publik seperti itu
dapat berujung pada kekacauan. Dan, ormas-ormas Islam dengan pengaruh
dan daya tekannya yang kuat dapat kian memperkuat perannya dalam
bidang-bidang ini.
Pemerintahan
Islam yang berupa khalifah berkembang pesat di wilayah Selatan.
Demokrasi merupakan produk akal, sedangkan Islam adalah wahyu yang
difirmankan Allah kepada Rasulullah SAW. Fakta sejarah menunjukkan
bahwa pemerintahan yang dijalankan oleh Rasulullah SAW dan Khulafa’
al-Rasyidin tidak menyebutkan antara berlandaskan pada demokrasi.
Pertemuan Islam dan demokrasi merupakan pertemuan peradaban dan
ideologi saja.
Pelaksanaan
demokrasi yang sesuai dengan Islam adalah musyawarah (syura),
persetujuan (ijma'), dan penilaian interpretatif yang mandiri
(ijtihad). Dalam al Quran berisi perintah kepada para pemimpin dalam
kedudukan apapun untuk menyelesaikan urusan mereka dengan cara
bermusyawarah. Rakyat diberi kebebasan dalam memberikan saran kepada
seorang pemimpin, atau dalam demokrasi diperbolehkannya rakyat
memberikan aspirasi. Hal ini sesuai dengan ajaran islam yang
memperbolehkan seorang rakyat memberikan saran atau nasihat kepada
pemimpinnya.
Islam
memberikan kebebasan pada setiap muslim untuk mengutarakan pendapat.
Hal ini juga menjadi ciri utama dalam pemerintahan sistem demokrasi
suatu negara yang memberikan kebebasan pada warga negaranya untuk
berpendapat dan kebebasan pers. Dengan kebebasan berpendapat, tidak
terjadi kepemimpinan yang otoriter dan memaksa rakyat/umat.
-
Dampak Positif dan Negatif Demokrasi dalam Islam
Konsep
demokrasi tidaklah sepenuhnya bertentangan dan tidak sepenuhnya
sejalan dengan islam. Demokrasi yang dirumuskan barat memiliki sisi
positif yang sejalan dengan islam dan sisi negatif yang
bertentangan dengan islam.
Sisi
baik demokrasi adalah adanya kedaulatan rakyat selama tidak
bertentangan dengan islam. Misalnya menurut Yusuf al Qardhawi, dalam
demokrasi terdapat proses pemilihan yang melibatkan orang banyak
untuk mengangkat kandidat yang berhak memimpin mereka. Demikian juga
dalam islam, islam menolak seseorang menjadi imam shalat yang tidak
disukai oleh makmum dibelakangnya. Contoh yang lain adalah penetapan
hukum berdasarkan suara mayoritas juga tidak bertentangan dengan
hukum islam.
Sedangkan
sisi yang bertentangan dengan islam menurut Salim Ali al Bahnasawi
adalah pengguanaan hak legislative secara bebas yang dapat mengarah
kepada sikap menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
Karena dalam konsep demokrasi barat, kekuasaan legislative secara
mutlak berada di tangan rakyat. Sementara dalam system syura islam
kekuasaan tersebut merupakan weewenang Allah swt. sehingga dalam
islam Allah swt berposisi sebagai al-Syari’ (legislator) sementara
manusia berposisi sebagai faqih (yang memahami dan menjabarkan)
hukum-Nya.
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
-
Kesimpulan
Demokrasi merupakan suatu paham yang didalamnya mengandung asas-asas
musyawarah yang pernah dilakukan Rasulullah SAW semasa hidup beliau
dan diperintahkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’anul-Karim. Indonesia
juga merupakan negara demokrasi, akan tetapi demokrasi di Indonesia
adalah demokrasi pancasila yang didasarkan pada sila-sila yang
terdapat dalam pancasila tersebut.
Pelaksanaan
demokrasi yang sesuai dengan Islam adalah musyawarah (syura),
persetujuan (ijma'), dan penilaian interpretatif yang mandiri
(ijtihad). Dalam al Quran berisi perintah kepada para pemimpin dalam
kedudukan apapun untuk menyelesaikan urusan mereka dengan cara
bermusyawarah. Rakyat diberi kebebasan dalam memberikan saran kepada
seorang pemimpin, atau dalam demokrasi diperbolehkannya rakyat
memberikan aspirasi. Hal ini sesuai dengan ajaran islam yang
memperbolehkan seorang rakyat memberikan saran atau nasihat kepada
pemimpinnya.
-
Saran
Banyaknya
pandangan yang sinis dan pesimis terhadap perkembangan demokrasi di
negara negara islam (mayoritas muslim) merupakan tantangan yang harus
direspon oleh para pemikir muslim masa depan dan dimulai dari
sekarang.
DAFTAR
PUSTAKA
Comments
Post a Comment